ELING PROJECT : bumi,
manusia dan kedamaian
Nanang yang senang merawat padi
dan merawat ibu bumi denan kesabaran tingkat dewa. Mek Made setia membawakan
nasi saat jeda siang yang romantis. Kera-kera yang berelantung tanpa terusik di
pohon-pohon pala yang tumbuh tinggi. Burung bebas bersarang tanpa risau perihal
izin. Air mengalir bersenandung membentur dan menepuk bebatuan sungai yang
mimpi menyatu laut. Kupu-kupu yang dulunya ulat menjijikkan, mengajari kita
warna-warni yang indah beterbangan di atas bunga liar. Dan ketika malam tiba,
kekunang berpesta cahaya di bawah langit berjubah ribuan gemintang. Bali yang
bikin senang dan tenang. Sebuah mimpi
tentang kenangan masa lalu pulau nenek moyang yang luhur, lugu, bersahaja tapi
tak dungu, yang kini tak dapat aku beli uang dollar dan diganti oleh struktur
bangunan bertulang. Barangkali yang kini hanya sebuah mimpi usang, anak-anak
muda yang kehilangan banyak sekali kesempatan menenali ‘ibu’ mereka lebih
dekat, Ibu Bumi – kecuali pada hari raya nyepi sehari.
Kerinduan yang terus menggelayuti
fikiran kami. Kata orang bijak, rindu adalah dimana hati manusia sedang
mendapatkan pencerahan. (konon).
Sebuah kolabor-aksi yang kami
bingkai dengan tajuk ELING PROJECT yang teman-teman nikmati malam ini,
sebenarnya sebuah turunan dari program ‘Satu Hari Tanpa Alas Kaki’ telah
dimulai oleh Komunitas Anak Alam tahun lalu sembari merayakan 12.12.12 angka
yang sebenarnya biasa saja, namun bisa jadi sebuah alasan momen cantik kami untuk
menutup kegiatan sepanjang tahun yang sangat melelahkan, namun mencatatkan
banyak kenangan (dan berharap sebaris sejarah kelak), mengunjungi desa dan
manusia-manusia biasa yang melakoni kehidupan luar biasa didalamnya. Tempat
kami berbagi sedikit pengetahuan dan buah tangan, dan juga tempat kami belajar
banyak kehidupan.
Ketika pada akhirnya aksi
‘nyeker’ tahunan kali ini membawa kami ke Sangeh, tempat acara yang sebenarnya
tak ada dalam list kami tahun ini – walau tampak seperti kebetulan, namun
biarlah waktu selalu memiliki alasan ketika melakukan tugasnya, mempertemukan
kami pada akhirnya dengan Gusti Buda, Emoni, Sorry For Yesterday, IW
Subiartana, teman-teman Djamur+Saio, Bayu Cuaca, dan kawan2 lainnya yan pada
akhirnya this is it, ‘Satu Hari Tanpa
Alas Kaki 2013’ malam ini di sini. Seperti biasa dengan cara sederhana, akustik,
dan nyeker tentunya. Tiket kali ini donasi bebas, bukan lagi alas kaki yang
disumbangkan kepada anak-anak SD pelosok seperti tahun lalu.
Saya sengaja membatasi tulisan
ini seukuran selembar A4, agar bisa di-print dan dibaca kawan-kawan pada saat
duduk di meja The Jatis Warung, saat nanti pulang menjelang tidur di rumah,
atau mungkin sekedar sebuah kenan-kenangan dari sebuah event biasa yang
ditujukan untuk siapa saja ini.
(Ngiring mangkin Eling, pang ten benjang Ngeling! Nyaga gumi melah, setonden
bin mani telah.)
Sangeh,
7 Desember 2013
Pande Putu Setiawan
0 comments:
Post a Comment