5:53 AM

10 Gelas Kopi dan 1 Buah Nangka


Aku dan kamu hanya dibatasi oleh seutas senyum.


Ini betul-betul hari peruntunganku. Baru saja aku melintasi jalan menanjak dan melewati bak penampungan air di desa belandingan, langkahku dihentikan di tengah jalan oleh anak-anak yang baru pulang sekolah dan menggelar pesta di tengah jalan. (Ada hajatan apakah gerangan? )
”Stop pak,.... stop, stop, stop!”
“Mau kemana Pak?”
“Main ke desamu…dik! Kalian baru pulang sekolah ya?” aku mebalas sapaan anak itu dan menghampiri mereka.
”Sini dulu pak, ikut kami..... ikut kami makan nangka. Manis pak.!” salah satu dari anak itu mengajak aku ikut serta dalam pesta mereka, menyuruh aku menepikan motorku dulu.
"Ya,.. ya..... saya ikut serta!"
Aku diberi beberapa butir (mmm.... sungguh nangka yang manis, semanis senyumanmu dik. Atau karena gratis jadi lebih terasa manis ya... hehe.. )
Siang itu mereka bergantian memetik buah nangka seukuran balon ke atas pohon, sembari berteduh dari siang terik.

“Sebentar jangan dulu pergi pak. Biar saya panjatkan lagi dan ambilkan lagi buat Bapak!” salah seorang anak naik lagi ke atas, dan memetik satu lagi buahnya sebagai hadiah untuk aku bawa pulang. Seorang anak yang lain merelakan jaring bolanya untuk aku jadikan keranjang, ia mengambil bolanya, kemudian memasukkan buah nagka imut itu sebagai hadiahku pulang. (sampai hari ini aku masih tak tahu siapa sebenarnya yang punya ladang tempat pohon nangka itu tumbuh.)

"Kini, belum melewati desa saja motorku sudah penuh barang tumpangan, bagaimana kalau nanti pulang?"

Selain pohon bambu, di kampung ini banyak tumbuh pohon nangka di tegalan, dan ketika buah-buah nangka itu matang, tentu ini adalah harinya berpesta untuk anak-anak Belandingan.

Sampai di belandingan, wajah familiarku mulai mengganggu kerja warga kampung. satu per satu mulai menyambangi aku dan menyambit tanganku. Beginilah karakter warga belandingan, jika anda dibukakan tangan, dianggap sudah seperti keluarga sama mereka, maka mereka akan berusaha mengajak anda untuk mengunjungi rumah mereka masing-masing, dan segelas kopi secepat kilat akan segera terhidang dengan baunya yang harum menyengat hidung. Mereka bahkan nggak pernah mau tahu aku nggak ngopi. Tapi tak apalah, sebagai penghormatan balik, tentu tak sopan rasanya jika aku hanya memandangi kopi itu, berpura-pura sok alim nggak ngopi, atau berpura-pura minum lalu menumpahkannya.

Hari itu aku telah berkunjung ke lebih dari 10 rumah (aku lupa jumlah pastinya) dan perutku mulai sakit. barangkali ini efek kebanyakan minum kopi tadi. Ditambah lagi sebelumnya telah berpesta 1 buah nangka matang gede bersama anak-anak. Belum lagi 10 piring nasi menggunung (betul-betul menggunung). Ngebayangin aja sudah sakit perut. Setiap kali datang ke Belandingan, maka siap-siaplah sakit perut ketika nanti pulang!

Hingga siang menjelang dan bersiap untuk pulang, sepeda motorku sudah penuh nagka, jagung muda, dan singkong (serasa pulang dari pasar.)

Ya aku kini menyadari surga itu ada. Bukan sebuah tempat di awang-awang, tak jauh, disini, dimana ada kebaikan dimana-mana, keramahan dimana-mana, dan senyuman jujur!


copyrighted: pande
belandingan, jan 6
hey,...good kids!

0 comments:

Post a Comment