8:09 AM

Diari Anak Alam 4: Karia Sang Penunjuk Jalan


it is not a story about sadness,
it is about HOPE


ini adalah hari kelima bagi aku menemani mereka bersama, dan benar sekali, sepertinya pilihanku untuk tinggal bersama mereka tak salah. dari beberapa waktu kebersamaan ini, apa yang sebaiknya aku lakukan untuk mereka sedikit demi sedikit mulai terkuak. ternyata memang harus dengan tinggal bersama mereka dan menjadi mereka kemudian aku bisa memahami kebutuhan mereka lebih dekat dan mencarikan solusi yang paling tepat. bukan hanya duduk di meja dan memikirkan mereka dari jauh.

tiga hari in aku banyak menghabiskan waktu di bubung tamblang, yang berlokasi di balik bukit utara desa belandingan. praktis aku harus setiap hari mendaki berjalan kaki mendaki bukit, kebetulan juga beberapa hari ini hujan dan demi Karia dua hari ini aku rela kehujanan saat turun dari bukit.

luas wilayah desa belandingan tak terlalu besar jika dibandingkan dengan desa tetngganya, songan. maka sebagian besar warga memiliki ladang di balik bukit. saat-saat musim hujan seperti ini, semua warga mengosongkan desa setiap pagi hari untuk bercocok tanam, sementara hanya anak-anak di sekolah dan warung saja masih terlihat ada aktivitas.

I Nyoman Karia, begitu nama anak itu. Aku sangat familiar dengan wajahnya karena sejak dulu ternyata kamera pocketku telah menangkap cukup banyak wajahnya. saat itu aku masih sangat ingat ketika ia mengambil air di bak penampungan air yang berjarak 3 kilometer di selatan desa untuk dibawa kerumahnya.

dua hari lalu aku bertemu dengan Keliwon, kakaknya, saat itu berteduh di rumah I Wayan Mara. Dan ternyata betul, desa belandingan selebar daun kelor, Keliwon ternyata kakak kandung Karia. Saat itu ia menitipkan tulisan Postcard From Heaven-nya kepadaku. oke, tanggung ketemu ujung dan pangkal diantara mereka berdua, seperti saat hari-hari pertama aku menghabiskan waktu dengan Kadek Samiasih dan adiknya Komang Trisna Wangi, kali ini aku melakukan hal yang sama terhadap Keliwon dan karia. Seri postcard from heaven hari ini bakalan milik Keliwon dan Karia, begitu juga diary anak alam.

menuju ladang Karia, kami berangkat bertiga ada aku karia dan Mara. Sementara Keliwon ternyata sudah ada di ladang di balik bukit lebih dulu. untuk mencapai ladang, kita harus melewati jalan tanah yang menembus hutan di manik muncar.

ternyata di perjalanan, ada dua orang anak yang juga sedang akan berangkat ke ladang mereka. jadilah, perjalanan kami kali ini berjumlah 5 orang. Hehe,.. dasar anak-anak, ketika mereka melihat aku keberatan menggendong tas punggung beserta laptopku, (rencananya aku akan sedikit membuat tulisan dari ladang), ketika aku bilang laptop itu harganya cukup mahal, mereka menjaga barang 'ALIEN' itu bahkan melebihi jiwa raga mereka. mereka menandu laptopku, persis seperti para prajurit RI menandu Jenderal Soedirman kala perang revolusi waktu itu. dan ketika mereka sedikit meleset oleh jalan yang licin karena hujan beberapa hari ini, mereka lebih memilih menyelamatkan laptopku daripada dirinya sendiri. (ok,..ok,... kali ini kalian emang anak alam sejati.)


untuk mencapai ladang karia, kita menmpuh perjalanan kaki sekitar satu jam. tentu itu sudah termasuk jeda beberapa kali memberi mereka waktu untuk meregangkan otot pundak dan kaki.

dari kejauhan anjing putih dan anjing kecil belang milik Karia menyalak kencang. namun kali ini suaranya segera berhenti ketika melihat wajah-wajah yang sudah mereka kenal ini termasuk aku, karena dua hari ini aku telah menginjakkan kaki di ladang ini sebelumnya.

bapak karia terlihat sedang menggali tanah untuk membuat bak penampungan air menggunakan terpal, sementara ibunya sedang menyabit rumput dan daun pohon cmara untuk makan dua sapi mereka.

tak membuang waktu lama, sejenak mnaruh benda ALIEN yang mereka tandu, Karia bergegas menghampiri adik kecilnya Wayan Susan, kemudian bersama-sama mengambil keranjang untuk menyabit rumput bersama-sama. Ya, keseharian Karia dilewati oleh kegiatan rutin menyabit rumput sepulang ia sekolah. (aku masih ingat, dua hari lalu saat aku suruh ia menulis postcard from heaven, setelah bebepara menit aku tunggu, pena yang aku beri tak beranjak dari titik pertama dimana pena itu menancap. lalu akhirnya memang tertulis beberapa kata, namaun kata-kata itu betul-betul tak memiliki arti, hanya kata: 'saya' yang masih aku bisa artikan. bayangkan dia sudah kelas 4 SD dan masih tak fasih menulis, bagaimana ia lulus tingkat sebelumnya yah..??)

ia tampak melakukannya dengan gembira. selalu melempar senyum kepadaku. selalu seperti itu. dan setiap kali aku mau foto, ia berusaha melakukan pose terbaiknya (diam). hari itu ia telah menyelesaikan tiga keranjang rumput sebelum gerimis mulai turun yang diawali oleh kabut menyelimuti ladang.

dalam balutan kabut, ladang menjadi tampak begitu indah. keberuntungan dua hari ini berpihak kepadaku. setelah sebelumnya aku mendapatkan gambar dalam kabut bersama Sepiawan kemarin, kini kabut melatari wajah Karia dan adiknya Wayan Susan. Oh, sebelum hujan kami menyempatkan diri melakukan foto session, dan bahkan wayan susanfun sangat nyaman dengan teriakan kamera, rolling, action-ku dari jauh. ya, mereka telah menganggap aku teman.


sebelum hujan deras turun, kami semua telah berada di gubuk peristirahatan keluarga Karia di ladang. (sepertinya mereka tau aku lapar), nenek Karia segera mengambil ubi ketela hasil panen mereka beberapa hari lalu, untuk direbus dan dihidangkan sebagai penghormatan kepadaku. dan tau,.. ada pula ekstra bonus POPCORN WITH HEART. mereka mengambil jagung kering utuh, kemudain menyangrainya dalam penggorengan untuk membuat popcorn rasa pedas ala nenek karia. (ini adalah popcorn terlezat yang pernah aku makan.).


sepertinya mereka sangat bahagia akan kedatanganku, namun juga was-was. "kenapa pak putu mau datang ke hutan seperti ini, barangkali pak putu jiwanya terganggu?" mereka bertanya kepadaku. wakakak... aku tertawa dalam hati, dan aku jawab, "nek, aku sudah pernah tinggal di apartemen tingkat 28, dan tinggal di kota besar. dibandingkan dengan tempat tinggal kalian ini, kota dan apartemen itu jauh lebih buruk. macet pula."

Dan mereka walau dengan merenung sejenak, akhirnya bisa menerima alasanku. sekitar dua jam hujan deras turun dan makanan ngalir-mengalir datang di hadapanku dalam piring besi. makanan spesial ketela rebus dan krutuk jagung. asal kalian tahu, sehari-hari Karia dan adiknya hanya makan nasi keras dan sambal secuil sebagai makan siang. dan kali ini ada menu khusus di piring mereka: kerupuk. itu sudahlah makanan cukup mewah. aku lihat dengan mata kepala sendiri. aku diam sejenak, mengheningkan cipta, turut berkabung. maka jika saban hari kalian bisa makan enak, sarapan roti panggang ditambah telur dan sereal, makan siang ayam bakar, makan malam nongkrong di Mc.D, KFC, Pizza Hut dan restoran, sebaiknya kalian mensyukuri hidup kalian. betul.....

Setelah dua jam hujan mulai reda walau masih gerimis. Keliwon masih menyempatkan diri mencuci baju sekolahnya dengan air hujan yang ditampung dalam sebuah drum. air hujan ini pula sumber air mandi buat Karia, kakak dan adiknya. Air hujan ini pula barangkali yang baru saja digunakan merebus ketela yang aku makan. hehe...


dalam hujan gerimis akhirnya kami memutuskan untuk pulang kembali ke desa belandingan, dan tugas berat mereka kali ini adalah bagaimana menyelamatkan benda ALIEN-ku hingga tak basah sampai di belandingan???



mereka betul-betul miskin. (namun tampak bahagia.) buat Karia dan keluarga: terimakasih telah mengajari aku jalan cerah hari ini. jika aku punya sumbangan/bantuan, maka kalian adalah orang-orang pertama yang akan mendapatkan hak.

love,
pande
belandingan, jan 9
tx again for the briliant wetaher god...

0 comments:

Post a Comment