6:03 AM

Hero Without Border: Berbagi dan Menginspirasi


Karena tidak ada apapun yang menyamai saat terindah pengambilan gambar,
Biarkan ia hidup: alat bukanlah kurungan.
Burung yang ditangkap dalam foto tetap terbang.

-Edouard Boubat, 1923 - 1999


"Hey, pande.. we will travel the world with this Suzuki jimny." Richard tampak begitu bersemangat dan sangat antusias dengan perjalanan kami pagi itu. Tentu juga buat aku. Bagi aku ini akan menjadi menarik karena aku ditemani oleh Richard Piscioneri, seorang fotografer sangat kawakan dan mendunia asal Australia, yang pertama kali aku temui ketika itu aku diwawancarai untuk artikel di majalah Insight Bali dimana ia menjadi kontributor untuk majalah tersebut.

Sedang untuk Richard, ini adalah sebuah perjalanan'destination nowhere', menuju tempat antah berantah, tempat yang tak pernah ia kenal, yang tentu tak seglamour seminyak, atau Ubud dua tempat tinggal favoritnya di Bali. Alasan kedua, biasanya ia pergi untuk pemotretan dan hunting foto, kali ini ia akan mengajar anak-anak kami teknik-teknik dasar fotografi. Ketiga, dengan ada Richard bersama kami ia telah membuka gerbang Anak Alam internasional dimana Richard sendiri menjadi leader dari salah satu project kami 'one camera for 1000 smiles' . Keempat, hari itu kita berencana menginap di belandingan, dan ia akan memecahkan rekor kami menjadi bule pertama yang pernah menginap di belandingan.

Pagi itu berangkat dari seminyak menuju basecamp anak alam songan, seperti sebuah perjalanan melintas sahara dengan suzuki jimny itu. untuk mobil sekelasnya dengan shock breaker yang agak keras, AC agak-agak gak waras, dan jalan payangan yang kurang rata karena tendernya dimanipulasi dan dikorupsi, tak kan mungkin salah satu dari kita bisa tertidur pulas, ketika angin sejuk pegunungan mulai berhembus ke wajah kita. Apalagi bagi aku yang pegang kemudi. kalau gak kita akan sampai di surga betulan.

Kami menempuh perjalanan Seminyak - Songan dengan waktu dua jam (lebih). Itu karena ditambah Richard mengambil gambar sejenak di penelokan.

Tiba di basecamp anak alam songan adalah satu hadiah pertama kami pagi itu. Kami telah cukup lapar, pun juga kami telah merasa cukup menunggangi suzuki jimny kami selama dua jam. Kami bergegas berbagi kamar basecamp untuk menyimpan tas ransel dan peralatan kamera Richard yang menggunung itu. Tentu setelahnya bergegas ke dapur basecamp. Kebetulan hari itu ibu memasak ikan mujair goreng, sayur terong, dan sayur daun labu.

Selesai urusan perut, kami akan memulai tujuan utama perjalanan kami beberapa hari di depan, belandingan. Terpaksa kami menunggangi suzuki jimny itu lagi untuk 15 menit perjalanan mendaki jalan menanjak berikutnya, untuk sampai di belandingan.

*
Tujuan pertama kami langsung menuju rumah Pak I wayan Waris, untuk memberitahukan kedatangan Richard, dan beliau sangat senang apalagi Richard adalah seorang bule (wakakak…. dasar….)

“Pak, kami ingin mengadakan pelatihan fotografi untuk anak-anak”
“mmm… namun sepertinya anak-anak sedang pergi ke ladang semua, pak putu.”
“Barangkali hanya butuh 15 anak saja biar pelatihan kali ini efektif. Lagipula Richard baru kali ini berhadapan dengan anak-anak alam, biar ia tak kaget.”
Aku melirik Richard dan ia hanya mengangguk saja, mendengar namanya disebut-sebut.
“Satu lagi pak, bolehkah kali ini kami mengadakan pelatihan ini di rumah bapak?”
Secepat kilat pak Waris mengangguk-anggukkan kepalanya tanda setuju.
“Tak apa-apa pak putu, tapi maaf seadanya begini.”

Kini ruang tamu sempit rumah Bapak Kepala desa ini milikmu, Richard. “Are you ready to rumble…?” Dengan bahasa Inggris dan bahasa tubuh ia mencoba memberikan dasar-dasar ilmu fotografi kepada anak-anak, tentu dengan aku membantu menterjemahkannya.

“Cahaya adalah segalanya dalam fotografi. Gambar bisa ada hanya ketika ada cahaya. Cahaya ditangkap oleh lensa, kemudian diteruskan ke body kamera. Aturan pertama memegang kamera adalah jangan lupa mengalungkan tali kamera di leher atau melilitkannya di tangan agar jika tanpa sengaja kamera itu terjatuh tak sampai jatuh ke tanah. Aturan kedua adalah posisi badan yang benar dengan kaki bersilang depan belakang yang kokoh, jangan lupa pegang bodi dan lensa kamera dengan benar. Ini agar kalian tak jatuh saat pengambilan gambar.”

“Desa kalian sungguh indah. Kelak saya akan kumpulkan kamera-kamera bekas di Australia dan akan saya berikan buat kalian hingga kalian bisa memotret desa kalian kelak. Nanti foto-foto hasil jepretan kalian akan kita lombakan, siapa yang terbaik akan memiliki kamera itu selamanya sebagai hadiahnya.”

Diantara anak-anak itu, ada seorang anak lelaki yang disekolah tak memiliki prestasi akademis sama sekali, namun memiliki minat yang luar biasa akan benda-benda mekanik. Anak itu bernama I Ketut Sumardi. Setelah pelatihan selesai, ia mengikuti terus kemanapun kami berada, dan sejak saat itu ia menjadi asisten Richard untuk pemotretan keesokan harinya, untuk membantunya memegang flash. Ya, hari itu kami telah menemukan bibit fotografer resmi desa belandingan kelak, I Ketut Sumardi.

Hari ini juga kami memulai project no.5 anak alam 'sharing & inspiring' (yang akan ditulis dalam note yang lain.)

*
Malam harinya kami menginap di rumah Sumardi. Richard tidur di kamar Sumardi, sementara Sumardi tergusur, ia akhirnya tidur bersama aku di kamar yang lain. Kasihan Richard dia harus tidur di dipan tanpa kasur. Tampangnya sih baik-baik aja dan berkata “tak ada masalah Tu!” Namun keesokan hari ketika ia terbangun baru ia mengakui bahwa pinggangnya sakit dan seharian ia tak tidur. (inilah resiko petualang…)

*
Pagi ini kami beruntung. Cuaca cukup cerah. Cahaya pagi menyapa lembut. Bangun jam 6 ternyata terlalu terlambat buat aku. Richard telah hilang dari kamar Ketut Sumardi dan menyelesaikan pengambilan hamper ratusan gambar. Ya, bagi seorang fotografer terlambat bangun sama dengan ketinggalan kereta Gambir – Yogyakarta.

Setengah jam aku mencarinya akhirnya aku ketemu ia di depan warung bubur dadong Jro Guris bersama anak-anak. Berikutnya kami melakukan pemotretan di ladang dan di perkampungan dengan Ketut Sumardi menemani kita menjai asisten yang sangat handal. Bahkan ia mengerti maksud yang diinginkan Richard walaupun ia tak paham bahasa Inggris. Ini MENjadi pemotretan special karena modelnya adalah petani kampung yang sedang di ladang dan aku bantu untuk pengarahan gayanya karena mereka tak tahu bahasa inggris juga, sementara Ketut Sumardi stand by dengan flashnya. Ia sungguh berbakat di bidang ini. (kami berencana memberikan beasiswa sekolah fotografi kelak..)

Sebelum pulang kami memberi pesan, "Ingat cahaya adalah segalanya. Tanpa cahaya tak ka nada gambar. Tanpa gambar, siapa yang bisa lihat wajah kalian? Dan, jangan lupa nyalakan juga lentera jiwa kalian, anak alam adalah anak-anak pemberani, bersemangat, dan penuh mimpi."

"Sampai bertemu bulan depan nak…………"




love,
pande
belandingan, jan 17
we will travel the world, i want to take you in...

0 comments:

Post a Comment