8:04 AM

Kartupos dari Surga: Mara Tak Berbahaya

dalam kegiatan seperti ini, bersiaplah akan kejutan-kejutan tak terduga. kau bukan turis yang datang hanya untuk mengambil foto.



Hujan gerimis mengguyur belandingan sejak tadi siang. Kebetulan I Wayan Mara beserta I Made Keliwon baru saja terlihat pulang melewati tegalan yang baru ditanamani bawang, masih lengkap dengan seragam sekolahnya.

Aku memanggil-manggil mereka dari kejauhan, dan mereka merespon lambaian tanganku dengan segera berhenti sejenak. Aku berlari menerjang gerimis kemudian kita bersama-sama berteduh di rumahnya.

Rumah Mara dan rumah Keliwon berada dalam satu pekarangan. Rumah-rumah di sini unik. Tersusun dalam blok-blok. Masing-masing blok kemudian dilintasi oleh jalan kecil atau lebih layak disebut gang. Tak ada pembatas tembok diantara rumah mereka.

Mara terlihat tinggal sendiri di rumahnya. Ia segera menaruh tas punggungnya diatara gundukan baju dan selimut dalam keranjang plastik hijau dekil. Siang ini Mara masak sayur jipang. Ia mengerjakan semuanya sendiri. Tak aku lihat orang tuanya atau satupun saudaranya ada di rumah. Ia memotong, mengiris, mengupas jipang, kemudian menyalakan tungku api dan menanak nasi. Tampak Keliwon sesekali membantunya meniup api di tungku dengan bilah bambu 'semprong'.

Sembari menunggu hujan reda, kami memutuskan untuk menulis POSTCARD FROM HEAVEN oleh I Wayan Mara. Cerita tentang keseharianya dan cita-citanya. Keliwon ikutan nimbrung, meminta balpoin dan kertas kepada mara dan kemudian menyusulnya menulis cerita.

Mara di depan rumahnya saat baru pulang sekolah


Sore harinya, kami dan anak-anak memutuskan untuk jalan-jalan ke bubung tower saja. Mereka mencariku dan menyambit tanganku bersama-sama. Trekking ke tower ini juga diikuti oleh seorang anak kecil berumur 3 tahun hingga mereka kumpul puluhan orang. jarak bubung tower tak jauh dari desa, yang saat inipun jalannya sudah diplester semen (tak seperti dulu masih tanah). Anak-anak membawa serta mainan bambunya, masing-masing dari mereka saling bergantian mendorong 'motor-motoran' bambu sementara teman-teman mereka naik di atas bilah bambu itu.
anak-anak main 'motor-motoran' bambu di bubung tower


Tugasku hanyalah teriak saja menyemangati, hehe... tak ikut mendorong mainan mereka. tapi mereka tak komplain kok, ya kan dik. Di ujung bukit itu berdiri tower BTS XL. Bagi mereka itu adalah tempat wisata, bagi aku itu mengganggu pemandangan indah di bukit. menghabiskan waktu beberapa lama, dan kita turun ketika senja datang segera membawakan malam.

foto ini diambil oleh seorang anak dan mereka memotong ujung kepalaku, :)

Malam ini sudah aku rencanakan untuk menginap di rumah Mara, sembari bercerita-cerita dengan keluarga mereka. Semua gadgetku aku boyong dalam tas punggungku. Jarak rumah Mara dengan Kadek Samiasih tempat aku menginap semalam tak terlalu jauh. Ada ayah dan ibu Mara yang terkejut akan kehadiranku. Sebetulnya mereka sudah bersiap mau tidur, namun ketika melihat aku datang mereka urung. Memberikan dipan itu untuk tempat aku duduk, apalagi ketika mereka dengar aku akan menginap, mereka segera mengambil sapu lidi membersihkan hingga cling dipan itu (yang tak ada kasurnya), yang dilapisi selembar karpet hijau. Tungku api tampak hidup oleh beberapa batang kayu bakar menghangatkan badan.

ugh,... (sedih rasanya) aku membatalkan diri untuk menginap di rumah Mara malam itu. Ayahnya ternyata batuk menahun, sementara aku masih harus berada di sini dalam jangka waktu beberapa lama, kesehatanku juga aku harus pikir. Mereka menyadari itu, dan berjanji aku akan datang lagi siang harinya kesana menemui Mara.

lesson: terkadang kita harus mengambil tindakan tepat di saat-saat dibutuhkan dengan logika.

huahm...

zzz....zzz....zzzzz.....

copyrighted: pabde
jan 6
trims buat POSTCARD FROM HEAVEN-nya Mara. salam buat bapak/ibu...

0 comments:

Post a Comment