6:13 AM

Postcard from HELL: 'Jalan Panjang ke Alengkong'



"… pak, jalan ini akan berakhir dimana?"


Setelah beberapa hari ini aku menuliskan seri note postcard from heaven, kali ini untuk pertama kalinya aku tak kan mungkin mengatakan ini adalah HEAVEN.

Seperti janjiku kepada bapak guru Jero Dinarta waktu itu dalam pertemuan kami di perpustakaan SDN Belandingan bahwa aku akan berkunjung ke kampungnya di banjar Alengong sekaligus mengunjungi sekolah yang ada di sana, dan hari ini akhirnya janji itu bisa aku penuhi juga. Aku senang sekaligus bersemangat, karena ini adalah sebuah perjalanan ‘destinatin nowhere’ kali pertama bagiku. Aku tak akan tahu apa yang akan aku temui nanti, setelah berapa lama aku akan sampai, jalannya seperti apa, anak-anaknya apakah akan lari sembunyi saat pertama kali aku datang, sedikitpun aku tak punya bayangan. Aku hanya bisa percaya pada pemandu pak Jero Dinarta, yang mau tak mau harus 100% aku percayai. Pastilah tak lucu jika aku harus tersesat di tengah jalan, yang belum pernah aku lalui sebelumnya. Ya, percaya adalah modal besar kali ini.

Ya, aku bukan turis, jadi aku telah siap dengan keadaan apapun yang akan aku temui nanti. Turis datang untuk melihat apa yang ingin ia lihat, sementara traveler datang untuk melihat apa yang ia lihat. Turis datang untuk mengambil foto sementara traveler datang untuk menjadi bagian dari tempat yang ia lihat. Turis datang untuk tak tersesat di jalan, traveler boleh saja tersesat (asal tak terlalu jauh.. hehe..)

Ternyata pagi ini, aku baru tahu Pak Jero telah menungguku sedari pagi di Alengkong, sementara aku menunggunya di SDN Belandingan. Sebelumnya kami memang janjian akan bertemu dan Pak jero akan menelopnku terlebih dahulu, namun ternyata ia salah mencatat nomor, jadi kami tak sempat memastikan lagi pagi itu tempat pertemuan yang kami sepakati. Karena sampai jam 9:00 wajahku tak nongol juga melintasi jalan bebukitan di Alengkong, maka pak jero berinisiatif untuk menjemputku di SDN belandingan. (inisiatif yang tepat pak, saya pasti nongkrong di SDN belandingan setiap pagi.)

Ada semangat membara dimatanya, aku bisa lihat, ada keinginan yang besar darinya, agar aku bisa datang melihat desanya dan tentu berkunjung ke sekolah di desanya, entah dengan alasan apa…? Ya, untuk berkunjung melihat anak-anak di sekolahnya akan aku lakoni, bagaimanapun rintangan medan jalan yang harus kami lewati, no problema pak…

Dan inilah kenapa perjalanan kali ini aku harus menyebutnya 'a trip to hell'. hehe… Dan ada Nyoman Karia ikut tanpa bisa aku tolak, ia juga ingin melihat anak-anak desa tetangganya. Perjalanan pagi itu mulai terasa menantang ketika aku memasuki jalanan di Bubung Pegat. Jalannya tak lagi diaspal, jalanan tanah yang awalanya datar namun tak lama berselang ia mulai menjadi turun naik. Pun juga jalanan massih licin karena beberapa hari ini hujan sering turun. Mula-mula aku masih bisa bernafas dengan normal, walau jalanan licin tapi ia masih lebar. Namun ketika memasuki jalan turunan yang akan segera menuju banjar Alengkong, jalan mulai tampak lebih menyeramkan. Jalanan menurun, di beberapa bagian penuh batu geladak, sementara yang lainnya hanya selebar ban motor. Nah karena geladak itulah ia menjadi menyeramkan. Salah-salah sedikit, jatuh, maka gigimu tak kan tersisa satupun lagi di mulut.

Dan akhirnya aku bersyukur, ada tanda-tanda kehidupan di ujung jalan. ada 5 anak berpakaian sekolah yang barangkali baru pulang sekolah. ternyata mereka anak-anak kelas I yang sekolah shif pagi. Pak jero Dinarta menyapa anak-anak itu dan aku menambahkan senyum, lalu kami bergegas menuruni jalanan setapak yang tampak semakin sempit. Nah, inilah yang sedari tadi aku cari, akhirnya perjalanan kami sampai juga di sekolah yang ingin aku kunjungi.

Anak-anak sedang istirahat. Anak laki-laki sedang bermain tik, sedang anak-anak perempuan bermain lingkaran sambil bernyanyi. Melihat ada aku 'orang asing' datang, mereka berhenti bermain dan menghambur ke arahku. (bagus, ini pertanda baik.) Anak-anak di Alengkong ternyata kebalikan dari anak-anak Belandingan yang dulunya rada minder ketika ada orang asing datang.

Aha, sebuah kesan pertama yang menyenangkan. Aku turun dari motor beserta Karia, setelah pak Jero Dinarta turun duluan dan menyapa pak guru Nyoman Arus. Aku bergegas menyusulnya dan memperkenalkan diri kepada Pak Nyoman Arus, dan memberitahunya perihal maksud kedatanganku pagi itu.

Pak Arus beserta satu guru lagi yang hari itu mengajar, mengajak aku untuk melihat gedung sekolah mereka. Anak-anak berhamburan ikut kami, menghentikan permainan mereka. Semua berebut duduk di bangku kelas, yang tampak seperti bangku warung kopi, saling berhadap-hadapan.

Hari itu, untuk pertama kalinya aku kehabisan kata-kata, bingung, senang, haru, bahagia, dan segala macam perasaan bercampur aduk datang. namun tak aku biarkan lama, hanya sekian nano detik. Aku mencoba mengendalikan diri dan kata-kata pertamaku di depan kelas mereka akhirnya keluar:

"apa kabar adik-adik???"
"Baik kaak....." mereka membalas pertanyaanku dengan semangat. tentu aku juga menjadi semakin bersemangat.
"adik-adik, perkenalkan nama kakak, kak Putu. Maaf, kakak datang belum mandi…"
(malamnya aku menginap di Belandingan dan pagi itu aku belum sempat pulang ke basecamp untuk mandi :) )
"kakak berasal dari Denpasar (sori bohong dik...)."
"kak Putu senang sekali, sangat senang bisa berdiri disini, bertemu dengan adik-adik yang cakep-cakep dan manis-manis ini di sekolah kalian"
"kak putu datang kesini atas undangan bapak Jero, ketika saat iku kak putu sering main ke teman-teman kalian anak-anak belandingan."
"ya, kak putu telah cukup lama melakukan kegiatan di belandingan."
"kita punya rumah baca, kita bermain bersama, dan terakhir kak putu dan teman-teman kak putu tahun baruan di belandingan."
"dan, hari ini kak putu sangat sangat senang bisa bertemu dengan kalian."
mereka semua dengan tekun menyimak kata-kataku. kemudian aku tanya:
"apakah kalian sudah pada bisa menulis???"
"mereka jawab serempak "sudah kakkkkk......"
"bagus!"

"adik-adik, hari ini kakak datang sebentar saja, hanya untuk berkenalan dan menjenguk kalian. kak putu nggak bawa buku-buku, laptop dan teman-teman kak putu"
"namun kak putu JANJI, segera kak putu akan datang lagi."
"kak putu sangat senang disini, kalian baik-baik dan pasti pintar-pintar kan?"
"lain kali kita belajar, bermain, dan mengadakan lomba bersama-sama ya..."

sekali lagi mereka serempak menjawab: "iya kak........"

aku mengeluarkan kameraku, mengambil gambar mereka dua kali.

Sekolah ini lucu. gedungnya suma satu, namun papan tulisnya ada 4. Ternyata setelah dijelaskan oleh bapak guru I Nyoman Arus, bahwa gedung itu digunakan oleh 4 kelas mulai dari kelas I, II, III dan IV, aku baru mengerti.

Di salah satu papan tulis masih tertulis: "Bangga sebagai bangsa Indonesia. Ciri khas bangsa Indonesia adalah adanya keragaman budaya, suku bangsa, agama, dan kekayaan alam. Bangsa Indonesia memiliki semboyang Bhineka Tunggal Ika artinya berbeda-beda tetapi tetap satu. Istilah bhineka Tunggal Ika berasal dari kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Bhineka Tunggal Ika merupakan pemersatu keragaman Indonesia."

Aku terharu melihat tulisan itu. ada nuansa nasionalisme kental disini. ada semangat kebangsaan tebal disini.

Satu gedung kecil ini digunakan oleh 4 kelas. Dua kelas menghadap ke sisi timur, sementara 2 kelas menghadap ke sisi sebaliknya. dan ketika jam pelajaran berlangsung, maka sudah pasti suara masing-masing guru dan murid-muridnya 'roaming' dan 'storing'. (aku masih ngebayangin bagaimana bisa mereka belajar.)

Pertemuan itu berlangsung kurang lebih 10 menit dan kami semua kembali ke luar ruangan kelas, dimana anak-anak tadi bermain. Ketika aku bilang bahwa kita akan foto-foto mereka berteriak senang. Aku arahkan mereka untuk berkumpul bersama bapak guru Nyoman Arus, dengan latar belakang gedung sekolah mereka satu-satunya itu. "Ok, siap.... senyuum...." klik. foto pertama aku dapat. "selanjutnya teriaakkk...." mereka bersemangat. dan terakhir aku ingin juga ada bersama mereka. untuk hari ini aku pikir cukup.

aku akan menyiapkan waktu lainnya untuk bermain bersam-sama dengan mereka seharian.

Aku sungguh-sungguh senang dengan pertemuan kami hari ini. Sungguh-sungguh senang. Mereka semua tersenyum tanpa kecuali, anak-anak, bapak guru dan pak jero Dinarta (pemanduku).

aku harus pergi. sekarang. aku lapar pun juga belum mandi. sekarang. maka aku bergegas sampaikan salam kepada mereka untuk segera pulang tentu akan kembali.

argh,.... dalam perjalanan pulang, aku masih dicegat pak jero Dinarta untuk berkunjung ke rumahnya di balik bukit, "pak putu, makan di rumah saya saja........." ajakan yang tak bisa aku tolak kali ini.

(aku mau mandiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
iiiiiiiiiiiiiiiii..................................) :)

*

hah,.... aku pastikan ini akan menjadi satu-satunya note postcard from HELL-ku. Karena, saat aku pulang, terkesan dengan senyum anak-anak-(ku) di Alengkong, dimana disitu aku temukan HEAVEN.

Nak,.... mari kita menuliskannya, menitipkannya kepada angin, melantunkannya dalam nyanyian cemara yang tertiup angin bebukitan, bersama halimun yang menyelimuti Alengkong, dengan pena mimpi kalian, agar angin menaburkannya di ladang-ladang subur tempat mimpi kalian kelak bertumbuh.

Sampai bertemu lagi pak Nyoman Arus. Buat anak-anak, "Kak Putu akan segera datang lagi membawakan kalian buku….."



Love,
Pande
dari sebuah tempat yang tak tercatat dalam peta.
22 januari 2010
jika kalian tanya "apa yang bisa saya berikan kepada mereka?" Jawabannya: "Banyak sekali. banyak…"

0 comments:

Post a Comment